Kamis, 30 Januari 2014

Gerebeg Sudiro, (Kampung SudiroPrajan) SOLO





       Grebeg Sudiro, 
       Akulturasi Jawa-Tionghoa

Grebeg Sudiro adalah suatu perayaan perpaduan dari masyarakat Tionghoa-Jawa. Kata grebeg sendiri merupakan tradisi khas jawa untuk menyambut hari-hari khusus seperti: Mulud (kelahiran Nabi Muhammad), Syawal (lebaran), Idul Adha, Suro (Tahun Baru Jawa). Puncak perayaan ini ialah saat perebutan hasil bumi, makanan, dll yang disusun membentuk gunung. Tradisi rebutan didasari oleh falsafah Jawa ora babah ora mamah yang artinya, jika tidak berusaha tidak makan. Sedangkan, bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.
Dalam grebeg sudiro gunungan disusun dari ribuan kue keranjang, kue khas orang tionghoa saat menyambut imlek. Gunungan ini diarak disekitar kawasan Sudiroprajan, diikuti pawai dari kesenian Tionghoa dan Jawa. Dari kesenian barongsai, tarian, pakaian tradisional, adat keraton sampai kesenian kontemporer akan digelar di sepanjang jalan kawasan Sudiroprajan. Arak-arakan akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok Sie di depan Pasar Gede. Perayaan berakhir dengan dinyalakannya lentera atau lampion berbentuk teko yang digantung di atas pintu gerbang Pasar Gede, penyalaan ini juga diikuti penyalaan lampion ditempat-tempat lain.



Suasana solo dimalam hari


Sejarah Grebeg Sudiro

Sudiroprajan adalah sebuah kelurahan di kecamatan jebres. Sudiro atau Sudiroprajan  yang terletak di sekitar Pasar Gede dan banyak dihuni penduduk Thionghoa. Ketika Indonesia dipimpin oleh (Alm.) Gusdur, tradisi-tradisi Tionghoa yang semula seperti “dipenjara” sedikit demi sedikit bisa bernafas lega. Barongsai, Liong, wushu maupun busana cheong sam dengan ciri khas merahnya semakin familiar bagi orang solo dan sekitarnya , what? Solo kota beda gt loo…...
 Grebeg Sudiro yang notabene merupakan akulturasi Jawa - Tionghoa sudah diselenggarakan di Solo sejak tahun 2007.



             Di kawasan ini warga peranakan sudah puluhan tahun menetap dan berdampingan dengan masyarakat jawa. Seiring waktu, di antara kedua etnis ini terjadi perkawinan campuran dan menciptakan generasi baru. Untuk menunjukkan akulturasi ini mereka membuat tradisi baru, Grebeg Sudiro, yang diperingati 7 hari sebelum imlek Awal mula perayaan grebeg sudiro ialah pada tahun 2007, meskipun bukan perayaan dari masa lalu, tapi perayaan ini merupakan pengembangan tradisi yang telah ada sebelumnya, Buk teko (dari kata buk tempat duduk dari semen di tepi jembatan atau di depan rumah, sedangkan kata teko ialah poci, tempat air teh) adalah tradisi syukuran menjelang imlek Jadi Buk Teko adalah acara yang diadakan di jalanan dengan banyak orang yang duduk-duduk di tepi jalan sambil makan minum.dan sudah dirayakan semenjak Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan PB X (1893-1939). Grebeg sudiro telah berkembang menjadi dialog elegan antara etnis tionghoa dan jawa         




                      Grebeg Sudiro diselenggarakan dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek.      Seperti tradisi grebeg lainnya, tradisi Grebeg Sudiro  tgl 26 Januari 2014 tempo hari juga ada gunungannya. Gunungan tersebut sebagai wujud persembahan kepada Dewa Bumi yang berisi kue keranjang, bakpia Balong, bakpao, onde-onde, gembukan, sayur mayur maupun buah-buahan yang diarak mulai dari Klenteng Tien Kok Sie yang terletak di sebelah Pasar Gede Hardjonagoro melewati Jl. Jendral Sudirman, Jl. RE. Martadinata (daerah Ketandan), Jl. Urip Sumoharjo dan kembali lagi ke  Pasar Gede.

                   Arak-arakan gunungan yang rencananya berakhir di Pasar Gede tapi sudah ludes di tengah jalan karena menjadi rebutan penonton yang sudah mengantri di tepi jalan. Ada beberapa warga yang menyimpan sesuatu yang didapat untuk dijadikan kenang-kenangan.
Sudiroprajan merupakan daerah yang strategis untuk pemberdayakan budaya dan ekonomi. Hal tersebut yang menjadi ide masyarakat Jawa, Tionghoa, Pemkot Solo, komunitas Pasar Gede maupun jemaaat Klenteng Tien Kok Sie diselenggarakannya tradisi Grebeg Sudiro.
Semoga dengan diadakannya acara Grebeg Sudiro tiap tahun dapat mendukung pariwisata Kota Solo dan menunjang pluralisme kebhinekaan Indonesia pada umumnya dan Kota Solo pada khususnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar